Beranda

Minggu, 22 Maret 2015

Berpikir Induktif

Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006).

Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang kusus dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005).

Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai benyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Misalnya, jika kita ingin mengetahui berapa penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa sawit di Kabupaten paser, lantas bagaimana caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan wawancara terhadap seluruh petani kelapa sawit yang ada di Kabupaten Paser. Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa sawit tersebut di Kabupaten Paser, tetapi kegiatan ini tentu saja akan menghadapkan kita kepada kendala tenaga, biaya, dan waktu.

Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L. Searles (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 1996 : 91-92), diperlukan proses penalaran sebagai berikut :

1. Langkah pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus.
Pada langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari.

2. Langkah kedua adalah perumusan hipotesis.
Hipotesis merupakan dalil atau jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian.

3. Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi.
Hipotesis merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori.

4. Langkah keempat adalah perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi.
Hasil akhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi adalah oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
Contoh lain dari argument metode beepikir induktif adalah:
1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
2. Kuda Australia punya sebuah jantung
3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
5. …
6. Setiap kuda punya sebuah jantung
Dari berbagai peryataan kemudian di tarik kesimpulan secara umun itulah merupakan metode berpikir secara induktif ( khusus ke umum) jadi dalam berpikir induktif dari cakupan yang kevil kemudian di jabarkanmenjadi kesimpulan secara umum.

Ada 3 macam penalaran Induktif :
1. Generalisasi
Merupakan penarikan kesimpulan umum dari pernyataan atau data-data yang ada.
Dibagi menjadi 2 :
a. Generalisasi Sempurna / Tanpa loncatan induktif
    Fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan.
    Contoh :
       Sensus Penduduk.
       Jika dipanaskan, besi memuai.
       Jika dipanaskan, baja memuai.
       Jika dipanaskan, tembaga memuai.
       Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
b. Generalisasi Tidak Sempurna / Dengan loncatan induktif
     Fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong.

2. Analogi
Merupakan penarikan kesimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta. Pada analogi biasanya membandingkan 2 hal yang memiliki karakteristik berbeda namun dicari persamaan yang ada di tiap bagiannya.
 Tujuan dari analogi :
    - Meramalkan kesamaan.
    - Mengelompokkan klasifikasi.
    - Menyingkapkan kekeliruan.
Contoh :
Ronaldo adalah pesepak bola.
Ronaldo berbakat bermain bola.
Ronaldo adalah pemain real madrid.

  3. Kausal
Merupakan proses penarikan kesimpulan dengan prinsip sebab-akibat.
Terdiri dari 3 pola, yaitu :
a. Sebab ke akibat = Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kesimpulan sebagai efek.
Contoh : Karena terjatuh di tangga, Kibum harus beristirahat selama 6 bulan.
b. Akibat ke sebab = Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kejadian yang dianggap penyebabnya.
Contoh : Jari kelingking Leeteuk patah karena memukul papan itu.
c. Akibat ke akibat = Dari satu akibat ke akibat lainnya tanpa menyebutkan penyebabnya.

Sumber :

Minggu, 15 Maret 2015

Berfikir Deduktif

          Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.

Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

SILOGISME

          Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).

Jenis-jenis Silogisme antara lain :

         1. Silogisme Kategorial

         Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).

Contoh:
Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor)
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
∴ Akasia membutuhkan air (Konklusi)

Hukum-hukum Silogisme Katagorik.

  • Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga. 
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
∴ Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
  • Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga. 
Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
Sebagian pejabat korupsi (minor).
∴ Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).
  • Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan. 
Contoh:
Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
Bambang adalah politikus (premis 2).

Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).
  • Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif. 
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
Kucing bukan bunga mawar (premis 2).
∴ Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan
  • Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata. 
  • Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah. 
Contoh:
Kerbau adalah binatang.(premis 1)
Kambing bukan kerbau.(premis 2)
∴ Kambing bukan binatang ?

Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif
  • Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain. 
Contoh:
Bulan itu bersinar di langit.(mayor)
Januari adalah bulan.(minor)
∴ Januari bersinar dilangit?
  • Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term, tidak bisa diturunkan konklsinya. 
Contoh:
Kucing adalah binatang.(premis 1)
Domba adalah binatang.(premis 2)
Beringin adalah tumbuhan.(premis3)
Sawo adalah tumbuhan.(premis4)

Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulannya.

         2. Silogisme Hipotetik

         Silogisme hipotetik
adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
  • Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent. 
Contoh:
Jika hujan saya naik becak.(mayor)
Sekarang hujan.(minor)
∴ Saya naik becak (konklusi).
  • Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya. 
Contoh:
Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
Sekarang bumi telah basah (minor).
∴ Hujan telah turun (konklusi)
  • Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent. 
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
∴ Kegelisahan tidak akan timbul.
  • Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya. 
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
∴ Mahasiswa tidak turun ke jalanan.

          Hukum-hukum Silogisme Hipotetik Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetik adalah:

     a. Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
     b. Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
     c. Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
     d. Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.


         3. Alternatif

         Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. 

Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
∴ Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.


         4. Entimen

         Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan. Contoh entimen:
  • Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu. 
  • Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya. 

         5. Silogisme Disjungtif
         Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:
  • Silogisme disyungtif dalam arti sempit 
Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. 

Contoh:
Heri jujur atau berbohong.(premis1)
Ternyata Heri berbohong.(premis2)
∴ Ia tidak jujur (konklusi).
  • Silogisme disjungtif dalam arti luas 
Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif. 

Contoh:
Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
Ternyata tidak di rumah.(premis2)
∴ Hasan di pasar (konklusi).
  • Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.

Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata Hasan berbaju putih.
∴ Hasan bukan tidak berbaju putih.
  • Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah
            1. Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).

Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
Budi adalah guru.
∴ Maka Budi bukan pelaut.

            2. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah (salah).

Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta.
Ternyata tidak lari ke Yogyakarta
∴ Dia lari ke Solo?


Konklusi yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme





Sabtu, 07 Maret 2015

PENALARAN


Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.

1.   Metode induktif
Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab.

Contoh paragraf Induktif:
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat seperti breakdance, Shuffle, salsa (dan Kripton), modern dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.

Contoh generalisasi:
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.

2.   Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Penalaran terbagi menjadi 3 yaitu, Proposisi, Implikasi dan Inferensi.

1.   Proposisi
Proposisi adalah apa yang dihasilkan dengan mengucapkan suatu kalimat. Dengan kata lain, hal ini merupakan arti dari kalimat itu, dan bukan kalimat itu sendiri. Kalimat yg berbeda dapat mengekspresikan proposisi yang sama, jika artinya sama. Berdasarkan dari kriteria proposisi terbagi menjadi 4 yaitu, bentuk, sifat, kualitas, dan kuantitas.

A. Berdasarkan Bentuk
     Berdasarkan bentuknya, proposisi dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.Proposisi Tunggal
     Proposisi tunggal adalah proposisi yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
Contohnya :
Premis 1 : Semua ibu menghasilkan asi
Premis 2 : Fika menyusui bayi pertamanya
Kesimpulan : Fika menghasilkan asi.

2.Proposisi Majemuk
     Proposisi majemuk adalah proposisi yang terdiri atas satu subjek dan lebih dari satu predikat.
Contohnya :
Premis 1 : Semua orang yang ingin masuk surge maka harus rajin beribadah dan berbuat baik kepada sesama
Premis 2 : Saya ingin masuk surga
Kesimpulan : Saya harus beribadah yang baik dan berbuat baik pula kepada sesama.

B. Berdasarkan Sifat
     Berdasarkan sifatnya, proposisi juga terbagi menjadi dua jenis, di antaranya :
1.Proposisi Kategorial
     Proposisi kategorial adalah proposisi yang hubungan antara subjek dan predikatnya tidak memerlukan syarat apa pun.
Contohnya :
Semua kambing adalah herbivora.
 2.Proposisi Kondisional
     Proposisi kondisional adalah kebalikan dari proposisi kategorial, yaitu proposisi yang hubungan antara subjek dan predikatnya memerlukan syarat tertentu. Proposisi kondisional dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu :
a. Proposisi Kondisional Hipotesis
     Proporsisi kondisional hipotesis adalah proposisi yang mengandung hubungan sebab dan akibat.
Contohnya :
Andai aku Presiden RI aku akan berantas para koruptor.
b. Proposisi Kondisional Disjungtif
     Proposisi kondisional disjungtif adalah proposisi yang mengandung dua pilihan.
Contohnya :
Dia seorang Dokter atau Suster?.

C. Berdasarkan Kualitas
     Berdasarkan kualitasnya, proposisi dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Proposisi Positif/Affirmative
     Proposisi positif/affirmative adalah proposisi yang memiliki kesesuaian antara subjek dan predikatnya.
Contohnya :
Semua mahasiswa yang ber ipk di atas 3.25 akan mengambil jalur skripsi.
2. Proposisi Negatif
     Proposisi negatif adalah kebalikan dari proposisi positif,
yaitu proposisi yang tidak memiliki kesesuaian antara subjek dan predikatnya.
Contohnya :
Semua pegawai pajak adalah markus.

D. Berdasarkan Kuantitas
Berdasarkan kuantitasnya, proposisi juga terbagi ke dalam dua jenis, antara lain :
1. Proposisi Umum
     Proposisi umum adalah proposisi yang biasanya diawali dengan kata ’semua’, ‘tidak satu pun’,’seluruh’.
Contohnya :
Tidak satu pun orang yang ingin masuk neraka.
2. Proposisi Khusus/Spesifik
     Proposisi khusus/spesifik adalah proposisi yang biasanya diawali dengan kata ’sebagian’.
Contohnya :
Sebagian asal usul jati diri Fadli adalah keturunan Jerman

2.   Implikasi

Implikasi diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“. Implikasi adalah suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika sebab bernilai benar DAN akibat bernilai salah. Untuk lebih jelasnya kita lihat tabel kebenaran berikut:
P
Q
P      Q
B
B
B
B
S
S
S
B
B
S
S
B

Tetapi kita harus ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A” karena alur implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh:
“Jika lampu merah menyala maka kendaraan bermotor akan berhenti”
kalimat diatas tidak akan sama dengan :
“Jika kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah menyala”

3.   Interferensi

Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).  Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.

Inferensi terbagi menjadi 2, diantaranya Inferensi langsung dan Inferensi tidak langsung.

a. Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.
Contoh:         
“Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.

 b. Inferensi Tidak Langsung
     Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A :       Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B :       Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa. Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C :       Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang lain :
A :       Saya melihat ke dalam kamar itu.
B :       Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C:        kamar itu memiliki plafon.

Wujud Evidensi

Wujud Evidensi yaitu Unsur yang paling penting dalam suatu tulisan argumentatif adalah evidensi. Pada hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas, dan sebagainya yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur-adukkan dengan apa yang dikenal dengan pernyataan dan penegasan. Pernyataan tidak berpengaruh apa-apa pada evidensi, ia hanya sekedar menegaskan apakah suatu fakta itu benar atau tidak. Fakta adalah sesuatu yang sesungguhnya terjadi, atau sesuatu yang ada secara nyata.

Evidensi merupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.

Cara menguji data, fakta dan autoritas

1. Cara menguji data
Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
  • Observasi
  • Kesaksian
  • Autoritas

 2. Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
  • Konsistensi
  • Koherensi

3Cara menguji autoritas
Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.
  • Tidak mengandung prasangka
  • Pengalaman dan pendidikan autoritas
  • Kemashuran dan prestise
  • Koherensi dengan kemajuan